Rabu, 17 September 2008

bedah buku

Wednesday, May 14, 2008
DR. MOHAMED ABED ALJABRI MUFASIR I

DR. MOHAMED ABED ALJABRI & BUKUNYA:
“WAWASAN AL QUR’AN AL HAKIM: TAFSIR PENJELASAN BERDASARKAN PERIODE TURUNNYA WAHYU”

Oleh: Med HATTA

Prolog:
Setelah menulis Juz: I & II dari derial proyek terbesarnya: “Mengenal Al Qur’an” (2006) dan “Sejarah Pembentukan Al Qur’an”, DR. Mohamed Abed Aljabri menerbitkan seri terbarunya berjudul: “Wawasan Al Qur’an Al Hakim: Tafsir Penjelasan berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu”. Buku ini merupakan lanjutan dari karya sebelumnya hanya berbeda dari penyajiaanya, yang terakhir ini memakai metode penjelasan berdasarkan periode turunnya wahyu.


BEDAH BUKU:
Penulis dalam membedah dan menyajikan buku ini membagi dalam tiga kategori: Pertama, garis besar isi buku, kedua, metodelogi penulisan dan ketiga, komentar & kritik terhadap buku dalam penjelasan sebagai berikut:

I. GARIS BESAR ISI BUKU:
Pada bagian pertama buku ini DR Aljabri membagi dalam tiga fase yang merupaka bab-bab buku, penulisnya memberikan keterangan pembuka setiap fase dan menutup dengan komentar dan penjelasan ringan berkenaan dengan tofik bahasan.

FASE I:
NUBUWAH, RUBUBIYAH DAN ULUHIYYAH
Yaitu tentang kenabian dan ketuhanan: Aljabri dalam fase ini mengumpulkan Surah-surah Al Qur’an yang berkenaan dengan tema, yaitu setiap Surah yang banyak menyebut kalimat: Ar Rab, Allah, Ar Rahman, Jalla-Jalaluhu. Dengan tetap konsukwen pada periode turunnya wahyu, di mulai surah: (Al Alaq, Al Mudatsir, Al Masad, At Takwir, Al A’laa, Al Lail, Al Fajr, Adh Dhuha, Asy Syarh, Al Aadiyat, Al Kautsar, At Takatsur, Al Ma’un, Al Kafirun, Al Fil, Al Falaq, An Nas, Al Ikhlash, Al Fatihah, Ar Rahman, An Najm, Abasa, Asy Syams, Al Buruj, At Tin dan Quraisy).

FASE II:
HARI KEBANGKITAN DAN FENOMENA KIAMAT ATAU HARI PERJANJIAN:
Pada bagian atau fase ini ia menafsirkan surah : (Al Qari’ah, Az Zalzalah, Al Qiyamat, Al Humazah, Al Mursalat, Qaf, Al Balad, Al Alaq (sambungan), Al Mudatsir (sambungan), Al Qalam, Ath Thariq dan Al Qamar).

FASE III :
PEMBATALAN SYIRIK DAN PENYEMBAHAN BERHALA:
Disini DR. Aljabri mengumpulkan dan menafsirkan Surah: (Shad, Al A’raf, Al Jin, Yasin, Al Furqan, Fatir, Maryam, Thaha, Al Waqiah, Asy Syu’araa, An Naml, Al Qashash, Yunus, Hud, Yusuf).

Patut dicatat bahwa DR. Aljabri dalam buku ini terkadang tidak menafsirkan Surah-surah tersebut secara utuh, hanya mengambil potongan ayat-ayat tertentu saja berdasarkan tema yang dibahas disetiap fase dalam buku tersebut.

II. METODOLOGI PENULISAN:
Penulis dapat menyimpulkan metodelogi yang dipergunaka DR. Mohamed Abed Aljaberi dan menyusun buku ini kepada empat poin pokok, sbb:

1. Aljaberi dalam menjelaskan fase demi fase dan tafsirannya dalam buku ini mengacu
pada urutan turunnya wahyu, bukan berdasarkan susunan « mashhaf » sebagaimana
lazimnya, walaupun terkadang rancu, bahkan tidak sedikit merevisi susunan
tersebut menyesuaikan tema yang dibahasnya.

2. Ketika dia menjelaskan dan menafsirkan Surah demi Surah dari setiap fase
pembahasan, memakai metode-metode tertentu, seperti:
- Penjelasan tentang Surah.
- Menguraikan maksud Surah atau potongan dari Surah berdasarkan tema.
- Komentar seputar isi kandungan Surah, dan jika diperlukan membagi kandungan
Surah kepada dua atau lebih sesuai tema yang ada.

3. Pada penjelasan Surah atau potongan Surah, Aljabri menyertakan arti kalimat
perkalimatnya dan maksudnya didalam dua tanda kurung. Dan meletakan nomor ayat di
atas kalimat terakhir diujung ayat.

4. Pada beberapa kesempatan dia menjadikan isi ayat sebagai judul disertakan dengan
pendahuluan dan penutup, seperti pada kasus menafsirkan Surah “Al Balad”.

III. KOMENTAR & KRITIK:
Setelah memaparkan garis besar isi kandungan buku ini dan metodelogi penulisnya. Dan demi tanggung jawab serta ‘amanah ilmiyah’, maka wajib atas penulis menyampaikan komentar dan kritikan berkenaan dengan isi buku dan metodeloginya, sebagai berikut:

1. DR. Abed Aljabri pada salah satu bukunya “Mengenal Al Qur’an” – jika apa yang
dipahami penulis benar – berpendapat bahwa membaca Al Qur’an dan memahaminya
harus berdasarkan periode turunnya wahyu… Sesungguhnya bukan hal spektakuler dan
tidak membawa gebrakan yang berarti. Sedangkan sebelumnya Regis Blacher saja
sudah terlebih dahulu merevisi terbitan kedua dari bukunya tentang urutan
turunnya wahyu tersebut, maka untuk apa lagi memakai metode serupa? Dan apa
urgensinya merombak susunan Al Qur’an berdasarkan urutan turunnya wahyu itu?

Sebagaimana diketahui bahwa asbab annuzul dan periode turunnya wahyu saling
terpaut antara Surah demi Surah dan ayat-ayat di dalam Al Qur’an. Betapa banyak
Surah Al Qur’an yang ayat-ayat di dalamnya berbeda waktu turunnya.

Seorang ulama besar Mohamed Ezzat Darrouza telah berusaha menafsirkan Al Qur’an
berdasarkan urutan waktu turunnya, tetapi usahanya-pun tidak mendatangkan sesuatu
yang baru. Karena kepaduan syariat dan perundang-undangan merupakan hal utama
pada rangkuman ayat-ayat yang saling terkait dan saling mendukung. Dan disamping
itu Al Qur’an diturunkan oleh Allah SWT, untuk menjadi petunjuk bagi manusia,
tidak ada kaitan dengan pertama dan terakhir turun kecuali hanya sebagai acuan
untuk dijadikan referensi hukum atau petunjuk saja. Sebagaimana pada kasus ayat-
ayat pengharaman khamr atau minuman keras yang turunkan secara bertahap kepada
orang-orang yang beriman hingga mereka meninggalkan secara total.

2. DR. Aljabri merujuk metode Imam Asy Syathibi dalam membaca Al Qur’an: “Surah-
surah madani seyogyanya diturunkan untuk memahami Surah-surah makki, demikian
juga makki menjelaskan satu sama lain berdasarkan urutan turunnya, kalau tidak
demikian halnya kurang tepat..”

Menurut penulis penggunaan metode Imam Asy Syathibi diatas oleh Aljabri dalam
kasus ini kurang tepat dan penarapannya sangat sempit. Karena Imam Asy Syathibi
meletakan metodenya tersebut dalam konteks berbicara mengenai beberapa metodelogi
yang harus diketahui untuk memahami Al Qur’an - yang saat kini masih perlu studi
khusus.

Seharusnya intelek seperti DR. Aljabri meletakan metode-metode baru atau yang
sudah umum untuk memahami Al Qur’an dengan pemahaman yang lebih maju. Seperti:
Pengetahuan tentang bahasa Arab dalam berbagai bidangnya; pengetahuan tentang
ilmu-ilmu Al-Quran, sejarah turunnya, hadis-hadis Nabi, dan ushul fiqh;
pengetahuan tentang prinsip-prinsip pokok keagamaan dan pengetahuan tentang
disiplin ilmu yang menjadi materi bahasan ayat.

3. Penulis sepakat dengan DR. Mohamed Abed Aljaberi dalam kesimpulannya mengenai
ketidak majuaan ilmu tafsir, karena ilmu ini telah mengalami hal yang dialami
ilmu-ilmu keislaman lain dan bahkan mungkin lebih dahsyat. Jika benar ungkapan
otak islam telah berhenti berkarya atau berkurang kwalitas dan kwantitasnya
setelah paruh abad ke-14 hijriyah, maka ilmu tafsir-lah mengalami nasib yang
lebih memprihatinkan dibanding ilmu-ilmu keislaman yang lain.

Dan lebih parah lagi kurang cakepnya - kebanyakan - pemerhati ilmu ini dalam
menanggapi pendapat-pendapat seniornya - khususnya - memahami konteks Al Qur’an
sehingga kita temukan tafsir-tafsir yang muncul belakangan mirip satu sama
lainnya. Dan – maaf – Tafsir Al Qur’an yang ada sekarang mayoritas, kalau tidak
semuanya, dari berbagai coraknya terpengaruh pada kondisi pengarang dan situasi
sekitarnya. Seperti Tafsir “Memahami Al Qur’an” ini tidak layak/ cocok
untuk masa selanjutnya.

4. DR. Aljabri menghimbau dalam buku ini untuk meninjau kembali materi ilmu tafsir
karya-karya ulama terdahulu untuk merevisi dan mengembangkannya, hal ini
menurutnya penting kalau menginginkan adanya pembaharuan dalam bidang ini dan
membuktikan ke kekalan Al Qur’an serta mencapai sasarannya.

Adapun format alternatif yang diusulkan DR. Aljabri dalam bukunya ini sebagai
metodelogi pembaharuan ilmu tafsir dan pendalamannya, bagi penulis sendiri,
merupakan alternatif yang sangat dangkal untuk mencapai tujuan tersebut.
Bagaimana mungkin hanya menggunakan « simbol memahamai » dapat meracik bagian
terpenting pada sebuah tafsir penjelasan sedangkan pemahaman itu sendiri tidak
ada ?

Apa yang diusulkan DR. Aljaberi tersebut telah diperintahkan oleh Mohammad dan
merupakan hal yang harus, dia hanya menyempurnakan saja tidak lebih. Penulis
mengusulkan alternatif lain disini merupakan hal-hal yang sangat prinsif dalam
pemahaman yang penulis tidak menemukannya secara jelas dalam buku ini, sebagai
sample berikut:

- Mengkaji dengan kritis karya-karya intelektual bidang ilmu-ilmu Al Qur’an dan
merevisinya yang tidak relevan. Dan tetap pada prinsif kesucian konteks
AlQur’an.
- Mengkaji metedologi penafsiran pada karya intelektual ilmu tafsir.
- Menyingkirkan pendapat-pendapat “kemodern-an” dalam pemahaman dan tafsir.
- Mendalami ilmu linguistic dan ilmu-ilmu social kontemporer.

PENUTUP:
Terakhir dari penulis, buku « memahami Al Qur’an Al Hakim » karya DR. Mohamed Abed Aljabri, memerlukan studi lebih lanjut untuk mewaspadai maksudnya. Karena menimbulkan banyak pertanyaan dan isykal, masalahnya banyak dibumbuhi filsafat dan itu sudah pasti. Dan penulis masih akan banyak menyoroti tokoh ini dan karya-karyanya yang lain, disamping sebagai studi kritis tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an juga berusaha memperkaya khazanah tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an di Barat Islam dan Andalusia.

Tidak ada komentar: